Jumat, 10 April 2009

Infetilitas Pria Akibat Kerja (Lanjutan)

Infertilitas dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah dengan hubungan seks yang normal dan tanpa menggunakan metode kontrasepsi apa pun atau setelah enam bulan menikah bila usia istri sudah di atas 35 tahun. Infertilitas pria akibat kerja dapat diartikan sebagai infertilitas yang bersumber dari suami yang didapat karena adanya pajanan dari suatu bahan di lingkungan kerja.

Ada dua tipe infertilitas. Tipe yang pertama (tipe primer) adalah dimana sepasang suami istri belum pernah memiliki satu anak pun dari pernikahannya, sementara yang tipe lainnya (tipe sekunder) adalah bila mana pasangan tersebut sulit memiliki keturunan, namun salahsatu pasangannya pernah memiliki anak.

Berbagai macam kelainan diketahui mulai dari gangguan hormonal sampai masalah fisik hingga masalah psikologis bisa menyebabkan infertilitas pada pria. Meskipun banyak pilihan pengobatan namun kebanyakan kasus tidak dapat diatasi. Kebanyakan kasus, infertilitas pria disebabkan oleh kerusakan testis yang berujung pada ketidakmampuan testis untuk memproduksi sperma. Sekali rusak, testis tidak akan dapat mengembalikan kemampuannya untuk memproduksi sperma

Selain pengobatan dengan medikamentosa yang sering menemui kegagalan, banyak pula pengobatan lain yang berhasil. Kerusakan testis bukan satu-satunya penyebab utama dari infertilitas pria, rendahnya jumlah produksi sperma dan buruknya kualitas sperma juga memiliki peranan.

Secara umum, kesuburan mencerminkan status kesehatan seseorang secara umum. Orang yang bergaya hidup sehat lebih memiliki produksi sperma yang sehat. Daftar berikut ini menyoroti beberapa gaya hidup yang berimbas negatif terhadap kesuburan pria, yaitu:

· Merokok – secara signifikan menurunkan jumlah sperma dan motilitas sperma

· Penggunaan marijuana yang berkepanjangan

· Peminum alkohol kronis

· Penggunaan steroid anabolikum

· Olahraga yang berlebihan – menghasilkan hormon adrenalin yang berlebihan yang menyebabkan defisiensi testosteron yang berujung pada infertiliti.

· Pasokan vitamin C dan Zinc yang tidak adekuat

· Pakaian dalam yang ketat - meningkatkan suhu skrotum

· Terpajan dengan hazard dan toksin lingkungan seperti pestisida, timah hitam, cat, radiasi, zat-zat radioaktif, merkuri, benzene, boron dan logam berat.

· Malnutrisi dan anemia

· Stress berat

Dengan memodifikasi gaya hidup dan kebiasaan dapat meningkatkan status kesuburan seseorang.

Sedangkan penyebab infertilitas akibat kerja secara khusus digambarkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Tabel Pajanan di Tempat Kerja dan Efek yang Mungkin Ditimbulkan

PAJANAN

EFEK YANG MUNGKIN TIMBUL

Panas

Berkurangnya jumlah sperma, motiliti dan perubahan morfologi

Radiasi Pengion

Azoospermia

Radiasi Non Pengion

Microwave

Medan Elektromagnetik

Berkurangnya jumlah sperma dan motiliti (sementara)

Berkurangnya jumlah sperma dan motiliti

Logam

Timbal, Merkuri, Cadmium, Boron

Perubahan morfologi, jumlah, motiliti sperma dan penurunan volume semen

Estrogen

Sintetis (Diethylstilbestrol)

Dietary (lignans, mycoestrogens, phytoestrogens)

Penurunan konsentrasi hormon,

Gynecomastia, penurunan libido, impotensi

Berkurangnya jumlah sperma

Pesticida

Dibromochlorpropane, Ethylene dibromide, Chlordecone

Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, impotensi, ketidakseimbangan hormonal

Pelarut

Karbon disulfide, Glycol

Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, impotensi, ketidakseimbangan hormonal

Tabel 2.2. Efek dari radiasi Pengion

Dosis

(cGy)

Efek yang timbul

Reversibility

15 – 20

Sedikit berpengaruh

-

20 – 50

Azoospermia (20-60%)

6 – 8 bulan

50 – 100

Azoospermia (50 – 80%)

8 – 14 bulan

100 – 200

Azoospermia (90 – 100%)

12 – 24 bulan

> 200

Azoospermia (100%)

>24 bulan

Kemungkinan efek toksin adalah menyebabkan kematian sel, kerusakan sel subletal atau perubahan genetis. Kematian sel epitelium dapat terjadi karena nekrosis atau apoptosis. Bukti terakhir menunjukan bahwa apoptosis adalah mekanisme mayor dari cara kerja toksin. Kerusakan sel induk non letal akan menyebabkan dua kemungkinan: diperbaiki atau dibiarkan memiliki efek yang permanen pada struktur atau fungsi dari spermatozoa, termasuk kemungkinan memiliki defek genetis.

Pajanan okupasi oleh steroid seperti estrogen dapat EXERT negative biofeedback pada sekresi FSH dan mengakibatkan berkurangnya produksi sperma, disfungsi seksual, gynecomastia dan hypogonadotropic hypogonadism dan berpotensial menjadi kanker testis. Pajanan pada masa prenatal oleh estrogen dapat berpotensi menghambat sekresi gonadotropin fetus dan menurunkan proliferasi sel sertoli. Beberapa componen diketahui memiliki aktivitas antiandrogen seperti 9,10 Dihydrophenanthrene, Linuron, Vincozolin, DDT/DDE dan Flutamide.

Pemajanan langsung pada testis dapat berpotensial memisahkan jenis-jenis sel testis dengan akibat akhir pada perubahan spermatogenesis. Belum ada toksin sel sertoli yang diketahui sampai saat ini. Radiasi pengion dan alkylating agents (seperti nitrogen mustard, vincristine, procarbazine, prednison) diketahui memiliki efek toksin pada sel induk manusia. Sel yang paling sensitif adalah sel spermatogonia. Bila spermatogonia A0 non proliferasi dirusak maka akan berujung pada kerusakan spermatogenia yang irreversibel, namun spermatogonia yang berproliferasi dapat digantikan oleh stem sel.

Meskipun mutasi menetap pada DNA sel induk dapat menjadi perubahan genetis sperma yang persisten, beberapa kerusakan kromosom tidak ditranslasi menjadi malformasi kongenital yang EXCESS atau karsinogen AMONG OFFSPRING OF MALE CANCER TREATMENT SURVIVORS.

Obat adrenolytic seperti guanethidine atau methoxamine bisa mengakibatkan stasis sperma di dalam epididimis. Gossipol mempengaruhi epitelium epididimis dan INTERFERE dengan eksresi getah epididimis.

Spermatogonia berproliferasi merupakan elemen yang paling sensitif. Kerusakan kromosom diobservasi dari sel induk yang bertahan pada radiasi.

Referensi:

  1. Enviromental and Occupational Hazards and Male infertility, http://www.uhmc. sunysb.edu/urology/male_infertility
  2. Occupational Exposures and Male Infertility, American Journal of Epidemiology, http://aje.oxfordjournals.org/cgi/content/full/162
  3. What are the Causes of Male Infertility, University of Maryland Medical Center, http://www.umm.edu/patiented/articles/what_cause_male_infertility
  4. Are we Infertile?, Unversity of Standford, http://www.stanford.edu/class/siw198q/website/reproduction
  5. http://www.mayoclinic.com/health/infertility/DS003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar